... Dan orang-orang yang sungguh-sungguh berjuang untuk mencari keridhaan Allah, benar-benar akan Allah tunjukkan kepada mereka jalan-jalannya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat amal sholeh... (QS Al-Ankabût, 29:69)
Allah Azza wa Jalla mengaitkan antara hidayah dengan jihad atau kesungguhan. Ini artinya, orang yang paling besar hidayahnya adalah yang paling besar perjuangannya (mencari). 🥝 ... Adapun jihad yang paling wajib adalah jihad menundukkan jiwa dan berjuang mengendalikan hawa nafsu, berjihad melawan setan, dan berjihad melawan (ambisi) keduniawian.
Maka, siapa berjihad melawan keempat hal ini, niscaya Allah tunjukkan kepadanya jalan-jalan keridhaan-Nya yang akan menghantarkan ke surga-Nya.
Dan, siapa meninggalkan jihad itu niscaya dia akan kehilangan hidayah sekadar dengan jihad yang ditelantarkannya.
Salah satu bentuk jihad yang diperintahkan oleh agama adalah jihad An-nafs. Rasullullah saw.pada waktu kembali dari suatu peperangan berkata kepada para sahabatnya, “Kita kembali dari perang yang kecil (al-jihad al-ashghar) kepada jihad yang besar (al-jihad al-akbar). Para sahabat bertanya, “ apa jihad besar itu?” Nabi bersabda,”Yaitu jihad memerangi nafsu” (jihad an-nafs). Memerangi hawa nafsu disebut jihad yang besar karena musuh yang diperangi tersembunyi di dalam diri manusia, berupa keinginan kepada sesuatu memberikan kesenangan kepada jasmani seperti mata, telinga, seksual, dan juga kepada hati, walaupun buruk akibatnya. Nafsu yang diperangi adalah nafsu yang rendah, nafsu yang membawa kepada kejahatan manusia, baik di dalam ucapan, perbuatan, maupun gerak-gerik hatinya.
Jihad an-nafs ialah memerangi hawa nafsu yang terdapat di dalam diri manusia itu sendiri. Al-Qur’an menyebutkan ada tiga macam nafsu manusia. Pertama, nafs al-ammarah, yaitu nafsu yang selalu mengajak pemiliknya berbuat keburukan. Nafs Al-ammarah disebut ketika al-Qur’an menceritakan perkataan Nabi Yusuf as, atau menurut sementara ahli tafsir perkataan tersebut diucapkan oleh wanita yang tergoda oleh ketampanan Nabi Yusuf as. Allah berfirman:
“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan) karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS.Yusuf [12]:53)
Kedua, nafs al-lawwamah, sebagaimana disebut di dalam Al-Qur’an:
“Dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali dirinya sendiri”. (QS.al-Qiyamah [75] : 2)
Nafs al-lawwamah adalah nafsu yang selalu mencela pemiliknya apabila melakukan kesalahan, sehingga timbul penyesalan, dan berjanji tidak akan mengulangi berbuat kesalahan.
Ketiga, nafs al-muthma’innah, sebagaimana disebut dalam al-Qur’an:
“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan jiwa yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaahhamba-hamba-Ku. Dan masuklah ke dalam surga-Ku.”(QS.al-Fajr [89]:27-30)
Nafs al-Muthma’innah ialah jiwa yang tenang karena selalu mengingat Allah dan jauh dari perbuatan dosa. Nafs yang harus diperangi oleh manusia adalah nafs dalam peringkat yang rendah, adalah musuh yang terdapat dalam diri manusia sendiri.
Nafsu merupakan keinginan-keinginan dalam diri manusia yang cenderung disukai oleh manusia itu sendiri. Nafs pada umumnya berkaitan dengan keinginan jasmani atu tubuh manusia. Ada keinginan-keinginan yang disukai oleh mata, keinginan yang disukai telinga, perut, seksual dan sebagainya. Perumpamaan nafsu seperti kuda yang binal, sulit dikendalikan. Manakala keinginan nafsu tidak dikendalikan, ia mendorong berbuat segala sesuatu yang menjerumuskan dan mendatangkan kerusakan pada diri manusia itu sendiri. Oleh karena itu, keinginan nafsu harus dikendalikan. Demikian yang dimaksud dengan jihad an-nafs.
Iman al-Ghazali di dalam kitabnya, Ihya ‘ Ulumuddin memberikan tuntunan bagaimana berjihad memerangi hawa nafsu, yaitu dengan memelihara anggota tubuh dan memelihara hati dari kejahatan.
a) Memelihara diri dua macam syahwat, yaitu syahwat perut dan syahwat seksual.
b) Memelihara diri dari penyakit lidah seperti berdusta, mencela, atau membicarakan keburukan orang laindan sebagainya.
c) Memelihara diri dari sifat sombong dan membanggakan diri sendiri.
d) Memelihara diri dari tipu daya kehidupan dunia.
e) Memelihara diri dari sifat kikir dan mencintai harta.
f) Memelihara diri dari cinta kepada kedudukan dan pangkat. Yang dimaksud ialah cinta kepada kedudukan dan pangkat yang semata-mata karena menuruti keinginan nafsu, bukan dengan tujuan yang baik, karena Allah.
Penutup
Demikianlah kita lihat arti jihad itu sangat luas. Jihad meliputi segala macam bentuk kepatuhan manusia kepada Allah. Jihad mencangkup segala bentuk perjuangan membela agama. Setiap Muslim yang bersungguh-sungguh dalam menjalankan agama dan berjuang dalam membela agama, memerangi musuh-musuh agama baik musuh yang nyata maupun musuh yang tidak nyata, baik dengan jiwanya, hartanya, tenaganya maupun pikirannya adalah mujahid, orang yang berjuang di jalan Allah. [a.wahib mu’thi]
Allah Azza wa Jalla mengaitkan antara hidayah dengan jihad atau kesungguhan. Ini artinya, orang yang paling besar hidayahnya adalah yang paling besar perjuangannya (mencari). 🥝 ... Adapun jihad yang paling wajib adalah jihad menundukkan jiwa dan berjuang mengendalikan hawa nafsu, berjihad melawan setan, dan berjihad melawan (ambisi) keduniawian.
Maka, siapa berjihad melawan keempat hal ini, niscaya Allah tunjukkan kepadanya jalan-jalan keridhaan-Nya yang akan menghantarkan ke surga-Nya.
Dan, siapa meninggalkan jihad itu niscaya dia akan kehilangan hidayah sekadar dengan jihad yang ditelantarkannya.
Salah satu bentuk jihad yang diperintahkan oleh agama adalah jihad An-nafs. Rasullullah saw.pada waktu kembali dari suatu peperangan berkata kepada para sahabatnya, “Kita kembali dari perang yang kecil (al-jihad al-ashghar) kepada jihad yang besar (al-jihad al-akbar). Para sahabat bertanya, “ apa jihad besar itu?” Nabi bersabda,”Yaitu jihad memerangi nafsu” (jihad an-nafs). Memerangi hawa nafsu disebut jihad yang besar karena musuh yang diperangi tersembunyi di dalam diri manusia, berupa keinginan kepada sesuatu memberikan kesenangan kepada jasmani seperti mata, telinga, seksual, dan juga kepada hati, walaupun buruk akibatnya. Nafsu yang diperangi adalah nafsu yang rendah, nafsu yang membawa kepada kejahatan manusia, baik di dalam ucapan, perbuatan, maupun gerak-gerik hatinya.
Jihad an-nafs ialah memerangi hawa nafsu yang terdapat di dalam diri manusia itu sendiri. Al-Qur’an menyebutkan ada tiga macam nafsu manusia. Pertama, nafs al-ammarah, yaitu nafsu yang selalu mengajak pemiliknya berbuat keburukan. Nafs Al-ammarah disebut ketika al-Qur’an menceritakan perkataan Nabi Yusuf as, atau menurut sementara ahli tafsir perkataan tersebut diucapkan oleh wanita yang tergoda oleh ketampanan Nabi Yusuf as. Allah berfirman:
“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan) karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS.Yusuf [12]:53)
Kedua, nafs al-lawwamah, sebagaimana disebut di dalam Al-Qur’an:
“Dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali dirinya sendiri”. (QS.al-Qiyamah [75] : 2)
Nafs al-lawwamah adalah nafsu yang selalu mencela pemiliknya apabila melakukan kesalahan, sehingga timbul penyesalan, dan berjanji tidak akan mengulangi berbuat kesalahan.
Ketiga, nafs al-muthma’innah, sebagaimana disebut dalam al-Qur’an:
“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan jiwa yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaahhamba-hamba-Ku. Dan masuklah ke dalam surga-Ku.”(QS.al-Fajr [89]:27-30)
Nafs al-Muthma’innah ialah jiwa yang tenang karena selalu mengingat Allah dan jauh dari perbuatan dosa. Nafs yang harus diperangi oleh manusia adalah nafs dalam peringkat yang rendah, adalah musuh yang terdapat dalam diri manusia sendiri.
Nafsu merupakan keinginan-keinginan dalam diri manusia yang cenderung disukai oleh manusia itu sendiri. Nafs pada umumnya berkaitan dengan keinginan jasmani atu tubuh manusia. Ada keinginan-keinginan yang disukai oleh mata, keinginan yang disukai telinga, perut, seksual dan sebagainya. Perumpamaan nafsu seperti kuda yang binal, sulit dikendalikan. Manakala keinginan nafsu tidak dikendalikan, ia mendorong berbuat segala sesuatu yang menjerumuskan dan mendatangkan kerusakan pada diri manusia itu sendiri. Oleh karena itu, keinginan nafsu harus dikendalikan. Demikian yang dimaksud dengan jihad an-nafs.
Iman al-Ghazali di dalam kitabnya, Ihya ‘ Ulumuddin memberikan tuntunan bagaimana berjihad memerangi hawa nafsu, yaitu dengan memelihara anggota tubuh dan memelihara hati dari kejahatan.
a) Memelihara diri dua macam syahwat, yaitu syahwat perut dan syahwat seksual.
b) Memelihara diri dari penyakit lidah seperti berdusta, mencela, atau membicarakan keburukan orang laindan sebagainya.
c) Memelihara diri dari sifat sombong dan membanggakan diri sendiri.
d) Memelihara diri dari tipu daya kehidupan dunia.
e) Memelihara diri dari sifat kikir dan mencintai harta.
f) Memelihara diri dari cinta kepada kedudukan dan pangkat. Yang dimaksud ialah cinta kepada kedudukan dan pangkat yang semata-mata karena menuruti keinginan nafsu, bukan dengan tujuan yang baik, karena Allah.
Penutup
Demikianlah kita lihat arti jihad itu sangat luas. Jihad meliputi segala macam bentuk kepatuhan manusia kepada Allah. Jihad mencangkup segala bentuk perjuangan membela agama. Setiap Muslim yang bersungguh-sungguh dalam menjalankan agama dan berjuang dalam membela agama, memerangi musuh-musuh agama baik musuh yang nyata maupun musuh yang tidak nyata, baik dengan jiwanya, hartanya, tenaganya maupun pikirannya adalah mujahid, orang yang berjuang di jalan Allah. [a.wahib mu’thi]
Komentar
Posting Komentar